00%

No products in the cart.

Contact

Instagram


Latest publications

Peluang Emas UMKM Kuliner di Tengah Tren Makanan Siap Saji

Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) menjadi tulang punggung ekonomi.. Read more

Kenikmatan Dimsum: Cita Rasa Oriental yang Selalu Dicari

Dimsum: Lebih dari Sekadar Makanan Ringan Dimsum, makanan khas Tiongkok.. Read more

Dimsum Homemade vs Reseller: Mana yang Lebih Untung untuk Bisnis?

Bisnis dimsum tengah naik daun. Banyak orang tertarik menjalankan usaha.. Read more

No products in the cart.

Rosie - Juli 12, 2025

Rahasia Psikologi di Balik Kecanduan Dimsum

Pernah nggak sih, kamu cuma niat “coba-coba” satu porsi dimsum, lalu berakhir dengan lima keranjang kosong? Kalau iya, kamu nggak sendiri. Banyak orang mengaku sulit berhenti makan dimsum, apalagi kalau lagi hangout bareng teman atau keluarga. Tapi kenapa sih dimsum terasa bikin nagih? Ternyata jawabannya bukan cuma soal rasa, tapi juga urusan otak dan psikologi manusia.

Pertama, dimsum disajikan dalam porsi kecil. Menurut penelitian psikologi perilaku makan, porsi kecil memberi ilusi bahwa kita masih “boleh” nambah. Otak menganggap makanan kecil itu bukan ancaman besar bagi diet atau rasa kenyang. Jadi, kita terus ambil lagi dan lagi tanpa merasa bersalah. Padahal kalau dihitung total kalorinya, bisa lebih besar dari sepiring nasi goreng.

Kedua, variasi rasa pada dimsum juga memainkan peran penting. Ketika kita makan makanan yang monoton, otak akan cepat bosan. Tapi saat ada banyak pilihan — siomay ayam, hakau udang, ceker pedas, lumpia goreng, dan lain-lain — otak terus mendapat stimulasi baru. Ini disebut dengan “sensory-specific satiety”, yaitu ketika nafsu makan tetap terjaga karena rasa dan tekstur terus berubah. Mirip kayak nonton series yang tiap episodenya beda twist — susah berhenti!

Ketiga, dimsum sering dimakan dalam suasana sosial. Entah itu di restoran all-you-can-eat, buka bersama, atau sekadar nongkrong di kaki lima. Interaksi sosial saat makan memicu hormon dopamin dan oksitosin — hormon yang bikin kita bahagia. Kombinasi antara rasa enak dan suasana asik ini bikin otak kita mengaitkan dimsum dengan kebahagiaan. Makanya, begitu kamu lihat keranjang bambu berisi dimsum, otak otomatis bilang: “Waktunya senang-senang!”

Lalu ada faktor visual. Dimsum disajikan dengan estetik: warna-warni, bentuk imut, dan uap panas yang keluar dari kukusan bambu. Ini semua memberi sinyal visual ke otak bahwa makanan itu “fresh” dan menggoda. Secara neurologis, visual makanan menarik bisa meningkatkan produksi saliva dan mempercepat sinyal lapar ke hipotalamus (bagian otak yang ngatur rasa lapar). Bahkan sebelum dimakan, dimsum udah bikin otak aktif!

Tak kalah penting, tekstur dimsum juga memainkan peran. Kulit hakau yang lembut, siomay yang kenyal, ceker yang empuk — semuanya dirancang untuk memberi pengalaman mulut yang menyenangkan. Studi menunjukkan bahwa makanan dengan tekstur “chewy” atau “juicy” cenderung lebih disukai dan bikin orang makan lebih banyak.

Ada juga unsur “reward loop”. Setelah makan satu jenis dimsum dan merasa puas, kamu ingin “reward” lain dengan rasa berbeda. Ini menciptakan siklus craving. Apalagi kalau disajikan dalam model all-you-can-eat, di mana kita merasa perlu “balikin modal”. Logika ekonomi dan kepuasan pribadi saling berpacu — hasilnya: nambah terus!

Namun, di balik semua itu, craving terhadap dimsum juga bisa jadi indikator bahwa kita butuh comfort. Makanan sering dijadikan pelarian saat stres atau penat. Dan dimsum — dengan tampilannya yang lucu, porsi kecil, dan rasa yang ramah lidah — jadi comfort food ideal. Nggak heran kalau banyak orang menjadikan dimsum sebagai “teman pelipur lara”.

Kesimpulannya, kecanduan dimsum bukan hanya soal enak di lidah, tapi juga soal trik psikologi, suasana, dan sistem kerja otak. Jadi, kalau kamu merasa nggak bisa berhenti makan dimsum, itu wajar. Tapi ingat, semua yang berlebihan tetap harus diwaspadai, terutama buat yang lagi jaga kalori atau kolesterol.

Boleh ketagihan, asal tahu batas. Dan jangan lupa, sharing dimsum lebih seru daripada rebutan terakhir!

Posted in DimsumTags:
Previous
All posts
Next

© 2025 Dimsum Serayu. All Rights Reserved.